Bengkulu itu...., biji duren bisa jadi keripik...
Bengkulu itu...., kulit duren aja bisa jadi makanan! Dodol atau selai roti!
Bengkulu itu...., hhmmmm, kami punya kurma boong-boongan lho alias manisan terong yg persis ky kurma.. :p
Bengkulu itu...., orangnya kocak2 dan rame! =D
hahaa...., yg pasti yg paling bangga sama pelajarnya..., pada jago debat semua!!! d^^b !!! Dari SMP ampe SMA semuanya antusias dalam menulis dan debat.. Jadi ekskul yg paling bergengsi selama sekolah.
Aku merasakan hawa yang berbeda ketika berada di Bengkulu. Aku merasakan kedamaian, kehangatan, keramah-tamahan, keakraban, bahkan kekocakan orang-orangnya.
Meskipun ayahku orang Medan, bahkan kedua orang tuaku tidak pernah menyicip bangku pendidikan di Kota Bengkulu, tapi aku dengan bangga menyebut diriku orang Bengkulu. Aku lahir di Bengkulu, tinggal di Bengkulu, bersekolah di Bengkulu, dan dengan bangganya membawa nama Bengkulu ke luar.
Bengkulu menurutku adalah kota yang penuh inspirasi. Di mana aku merasakan hawa klasik melewati jalan pusat oleh-oleh yang kental dengan tradisionalnya, jalan yang sesekali sepi itu, dan aku sesekali memutar langkahku di trotoar, memasuki koridor jalan satu jalur yang penuh akan pepohonan. Aku merasakan kedamaian di sana. Aku bisa bebas bertelpon ria di jalanan, mengayun-ayunkan tasku (aman, ga ada pencopet! :p), duduk di pinggir-pinggir memperhatikan orang yang berlalu-lalang.
Orang-orang asli Bengkulu dengan logat khasnya, pemukimannya yang terdahulu, budaya dan adat yang kental, masih bisa ku rasakan. Aku melewati daerah itu yang penuh dengan rumah panggung berderet. Di sini ku ingat beberapa tahun lalu aku yang bertelanjang kaki di atas tanah, belajar tarian-tarian tradisonal. Kadang tanah yang becek tak kami hiraukan menyelip di sela-sela jari kaki kami. Pemilik sanggar dengan semangatnya mengajari kami untuk tampil di pagelaran. Sesekali kami terhibur dengan segerombolan anak-anak yang berlatih menabuh dol dengan penuh semangat di bawah pohon seris. Aku merasakan budaya yang sangat kental di sini, masih asli dan belum terjamah, memang sepertinya di daerah tempat sanggar ini belum ada perkawinan campuran, masih betul-betul penduduk asli.
Penduduk asli yang penuh keramah-tamahan dan keunikan, ada pula penduduk pendatang yang tersebar dengan membuka usaha kulinernya. Aku benar-benar merasakan kuliner terenak yang pernah ada. Semua makanan enak ada di sini. Semuanya enak. Di sini komplit.
Aku duduk di atas makam dengan santai. Aku merebahkan diri di makam itu sambil sedikit tertawa. Seorang bapak-bapak yang dengan sibuk dengan kameranya dari tadi pun tertawa dan berkata padaku, “Oi Dek, tau dak makam itu tu?” Langsung ku jawab, “Tau lah, Om. Hahahaa... Makam datuk Poyang ko. Maso dak buli rebahan di makam datuk dewek. Hahaha,” candaku. Itu adalah makam Inggris di Fort Marlborough. Sama sekali tidak terasa horror. Namanya juga makam Inggris, jadi disemen semua. Bisa duduk-duduk di sana, foto narsis-narsisan, bahkan aku pernah rebahan di sana. Untung ga dimarahi bapak penjaga! Hehehe... Oh ya, padahal aku udah 18 tahun di Bengkulu, tapi aku belum pernah masuk ke ruang pejabat Inggris. Sewaktu aku masuk, aku kaget dan tertuju pada sebuah denah atau konsep Benteng yang ditulis di atas kertas zaman dulu dan sudah di-laminating. Tapi keasliannya masih terasa, di tahun 1700-an. Tulisannya antik sekali. Aku sempat kagum dengan gaya tulisannya. Aku melihat foto-foto benteng itu dari tahun ke tahun beserta perkembangannya. Sudah 4 kali jatuh berpindah tangan, dari Belanda ke Inggris, dari Inggris ke Jepang, dari Jepang ke Indonesia. Tapi Inggris lah yang paling berpern 80 persen dalam pembangunan benteng ini. Bahasa dominanya aja bahasa Inggris.
Alunan Moonlight Sonata-Beethoven mengalun lembut di telingaku, di bawah pohon-pohon dan meriam yang bertebaran, langit yang agak memerah di sore hari ketika ku menengadahkan kepala ke atas,sore hari benar-benar indah. Dari atas aku bisa melihat pantai yang biru lautnya....., indah sekali... dan di sebelah samping adalah kampung Cina alias pemukiman Chinnese, penuh dengan lampion-lampion merah dan gapura naga. Aku melewatinya santai, bau asap dupa terasa sekali di hidungku. Ternyata aku hampir sampai di wihara, aku kaget melihat patung Buddha! Besar sekali, kebetulan pintunya tidak ditutup. Lalu aku meneruskan jalanku..., rumahnya masih sederhana, tersusun berderet-deret seperti rumah-rumah berbaris di Italia, atpi coraknya corak timur, dan hanya ada warna putih dan abu-abu yang digunakan. Seperti rumah di film-film vampire!! Wweeewwwwww....., aku jadi ngeri. Anak-anak putih sipit bermain kejar-kejaran di sekelilingku. Benar-benar kental suasana Tionghoanya. Di mana-mana ada pantai. Ya semuanya pantai, di mana-mana. Kuliner juga tidak ketinggalan. Di sana juga banyak sederetan kuliner. J
Pantai Panjang jadi kebanggaan, sepanjang 2 km mungkin ada, pohon-pohon cemara di pinggirnya, tidak seperti pantai kebanyakan yang dikelilingi pohon kelapa. Orang-orang biasa jogging di jogging track, atau bersepeda. Sewaktu pagi hari orang-orang bahkan senam jantung di pinggir pantai dengan dentuman ombak yang berdebur kencang dan tinggi itu. Tau kan gimana ombak kalo pagi-pagi tu ganas banget, lagi pasang! Lagi surut aja ganas apalagi pas lagi pasang.
Kota Bengkulu itu...., buat aku penuh inspirasi..... Semuanya penuh inspirasi.
Masjid Jamik yang didesain oleh Pak Sukarno..., hhhmmmm...., setiap sabtu sore aku menghabiskan ashar di sana, sepulang mengajar anak-anak Relief KIR SMPN 1. Karena sewaktu hendak pulang aku selalu melewatinya. Jadi aku kepalang tanggung mampir ke sana...
Ah, tidak ada habisnya jika bercerita. Semuanya penuh inspirasi dan unik. :D
No comments:
Post a Comment