Dear Chuck,
Aku banyak mengalami kejadian-kejadian yang membingungkan dan seolah aku lah aktor utama dari ini semua, beberapa hari terakhir ini. Aku juga banyak mengalami keadaan yang berpihak. Kau tahu? Aku dianggap seorang kriminil gara-gara kau. Aku dikira telah mencuri buku yang kau tulis ini. Aku keluar pintu perpustakaan kampusku dengan sisa-sisa tenagaku. Aku dikagetkan dengan alarm pintu kampus yang aku abaikan (karena aku tidak merasa bersalah). Aku terus saja berjalan enteng, sampai aku berhenti ketika seorang laki-laki paruh baya mencegatku, dan menginterogasiku, “apa yang kau bawa di tasmu dari dalam?”. Ya, ranselku memang kelihatan berat dan aku juga terlihat sangat lelah. Aku tidak mengerti pertanyaan laki-laki ini. Aku diajak masuk ke dalam, ke depan meja penjaga. Orang-orang melihatku. Alarm terus saja berbunyi. Aku belum mengerti ini semua (karena fikiranku betul-betul kosong dan aku sangat lelah). Aku hanya tersenyum menggeleng sambil menumpahkan kedua belah tangan di wajahku beralaskan tissue untuk menyapu keringatku. Aku masih belum mengerti.
Ooowww..., aku dikira mencuri buku dari dalam. Mahasiswa yang di atas balkon, di foto copy, di balik kaca, semua menuju pandangan ke arahku. Aku merasa seperti anak kecil yang ketahuan mengutil coklat di supermarket. Aku membuka tasku dan mengeluarkan bukumu. Sampul merah penuh mawar merah ku perlihatkan pada mereka. Aku bilang aku meminjamnya. Mereka tidak percaya. Lebih tepatnya aku memperpanjang waktu peminjaman, ujarku. Mereka memeriksa........, dan aku benar!
Di sini aku tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Maaf, Pak, saya bukan pencuri. Saya gak nyuri, Pak! Terbukti, kan.” Bapak penjaga di sana mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum, iya! Dan ia meminta maaf dan berkata bahwa bukumu belum dinetralkan kodenya lewat alarm pintu ini.
Aku tidak habis pikir bisa-bisanya bukumu belum dinetralkan lewat alarm ini, Chuck.
Aku lelah, aku sangat lelah, Chuck! Aku belum selesai membaca bukumu. Karenanya aku kurang mengerti bahasamu yang begitu abstrak. Aku masih 19 tahun. Aku hanya kaget ketika di Bab I ada sepucuk surat cinta dari seorang pria yang terluka. Aku membacanya berulang-ulang. Aku merasa sedih, kadang juga aku merasa lucu. Sungguh untuk mengkihlaskan sesuatu dan mempunyai ketulusan hati itu sangat indah, biar bagaimanapun kejadian yang menimpa kita.
Isinya:
Aku telah mencari selama hidupku untuk menemukanmu.
Engkau telah membuatku tersadar.
Sebelum ada kamu, Aku hanyalah seorang pria yang bodoh, seorang pria yang liar, seorang pria yang terluka.
Aku belum dijinakkan, tak mempercayai siapa pun dengan hati yang lari ini.
.......................................................................
Engkau mengajarkan kepadaku hadiah-hadiah yang manis dari keberanian untuk mencintai.
Denganmu aku berjalan keluar dari neraka-neraka yang telah kuciptakan sendiri.
..................................................................
Itulah penggalannya.
Buku ini lebih cocok untuk paman saya....!
Tapi yang paling aku suka adalah ketika kau menganjurkan untuk “MENIKMATI EMOSI”. Chuck, hanya kau lah satu-satunya yang pernah ku dengar bahwa tidak ada salahnya kita punya emosi. Kita manusia! Dan emosi itu manusiawi!
Chuck, aku bisa merasakan emosi ketika bermain musik. Tanpa emosi tentu lagu-lagu yang kumainkan tidak punya nyawa, atau lirik-lirik dari lagu yang pernah kuciptakan tidak akan dalam artinya, atau mungkin tulisan ini sendiri tidak akan hidup dan orang tidak akan tertarik untuk membacanya, berhenti begitu saja ketika di paragraf pertama.
Chuck, aku ingin terus menikmati emosiku. Aku ingin menggunakan emosiku dengan tepat. Akhir-akhir ini aku telah menggunakan emosi dengan cara yang salah. Bahkan aku telah melakukan suatu kebohongan besar karena emosi ini. Maafkan aku.... Chuck, aku sangat menyayangi teman-temanku..
Chuck, aku sangat lelah. Aku perlu istirahat. Aku butuh liburan. Aku ingin melupakan semuanya sejenak saja, Chuck.
Aku benar-benar sangat lelah. Tugas-tugas duduk manis di bahuku. Aku melangkah menunduk ke bawah. Aku tidak hiraukan debu yang ada di sepatuku.
Aku sangat lelah. Tenggorokanku sangat sakit, tepatnya tulang leherku bagian depan. Suaraku agak jernih, hanya saja tulangnya sepertinya terganggu. Mungkin karena aku terlalu banyak terisak waktu itu sampai aku lelah dan tertidur. Aku menghabiskan waktu berlama-lama di kamar mandi untuk mendinginkan kepalaku, sampai aku benar-benar dingin. Aku berharap semuanya baik-baik saja.
Aku letih sekali. Aku hanya tertuju pada lotion bersiap-siap ketika kulitku terasa sangat kering saat udara tengah malam yang dingin ini masuk lewat ventilasi kamar. Ventilasi ini banyak sekali!
Aku sangat lelah. Aku tidur dengan pikiran yang berkelebat. Buku berserakan di mana-mana, kertas-kertas. Kamar ini seperti kapal pecah!
Aku sangat lelah... Aku sangat lelah.. :’(... Aku terus terbangun, memikirkan apa yang belum aku kerjakan. Tapi aku tak ingin bergerak sedikitpun. Aku hanya tertuju pada ujung-ujung jariku yang merah jambu. Aku membayangkan esok seperti apa. Aku belum menyicil tugas Amigas yang banyak itu. Tenang, masih banyak waktu untuk mengejarnya. Aku hanya butuh mood baik saja.
Aku sangat lelah. Tidur yang buruk. Aku bangun pagi itu karena Ayah menelepon.
“Gimana? Sehat?”
“Heemmm..”
“Kuliahnya lancar?”
“Ya.”
“Dede, ada paket di Palembang tolong diambil ya, Nak. Kemarin Ayah kirim. Sebelah Gramed Atmo!”
“Hemm..”
Aku hanya diam, ya atau hemm, aku tak ingin ayah mendengar suaraku. Aku terus diam sampai Ayah menutup teleponnya.
Aku bangkit dan berharap hari ini jadi lebih baik. Haahh..., aku sangat lelah.
Aku mengabaikan pesan-pesan yang masuk tanpa membalasnya bahkan membacanya pun tidak. Aku mandi dengan segar. Aku sangat lelah! Aku ingin datang ke kampus dengan sangat pagi, duduk di barisan depan. Tapi , aku sangat lelah. Aku diam sejenak, berbaring di tmpat tidurku dengan tangan terlentang, menghadap langit-langit. Tidak tahu kenapa aku sangat lelah. Jika saja Shakespeare masih hidup, aku akan bertanya apakah racun mati suri 24 jam yang diminum oleh Juliette itu benar-benar ada? Jika ada, aku ingin meminumnya. 24 jam saja!
Aku tak sadarkan diri. Aku terasa beku. Aku sangat lelah. Tulang tenggorokan ini sakit sekali, apalagi ketika terisak. Aku mengangkat beberapa telepon yang masuk dengan secara spontan menjawab tanpa ku tahu apa pembicaraan itu. Terus saja aku mengabaikan pesan-pesan yang menunggu balasan. Aku enggan membacanya.
Aku lelah sekali, Tuhan. Aku seperti tidak pernah menyicip apa itu namanya tidur. Aku tidur dengan pulas. Aku menghabiskan waktu berjam-jam tertidur dengan jendela dan tirai yang terututup, tanpa lampu. Hanya seberkas cahaya yang menembus lubang-lubang ventilasi. Aku menghabiskan seharian ini dengan tidur.
Aku terbangun. Hari sudah sore. Aku membaca satu persatu pesan di ponselku. “AMIGAS HARI INI TIDAK KULIAH. IBU SAKIT.”
Haahh....., keadaan sangat berpihak padaku. Aku kira aku sudah kehilangan kuliah untuk hari ini. Aku mengecup layar ponselku. :’)
Lagi-lagi keadaan sangat berpihak padaku...
No comments:
Post a Comment