Dari kecil hingga sekarang kopi menjadi benda yang wajib ada di rumah, lantaran ayah saya adalah perokok berat yang selalu ditemani kopi di pagi hari sebelum ke kantor dan malam hari sebelum berkutat pada tugas kantor, atau sekedar menghabiskan malam dengan papan caturnya. Sesekali saya mencoba sehirup dua hirup kopi dari cangkir ayah saya dan menurut saya rasanya tak seburuk warnanya!
Ayah, ya ayah! Saya suka mengimitasi kebiasaannya, dari mendengarkan lagu-lagu barat, masak telur dadar dengan bawang yang banyak, sampai hobi berhadapan dengan komputer. Entah mengapa rasanya setiap kebiasaan ayah menurut saya itu keren, apalagi ketika ayah berkutat di depan komputer dengan paper dan jurnal penelitiannya, saya merasa seperti menjadi orang yang pintar jika seperti itu. Termasuk arti untuk sebuah kopi!
Sewaktu duduk di SMA, ya sesuai dengan jiwa saya pada bidang tulis-menulis, saya memutuskan untuk masuk ekstrakurikuler KIR (Kelompok Ilmiah Remaja), dari divisi debat, karya ilmiah, hingga LCT pengetahuan umum. Tetapi, saya lebih didominasikan oleh guru saya untuk divisi karya ilmiah. Saat itu juga saya sudah menjadi seperti ayah, setiap malam berkutat pada komputer untuk mengejar deadline lomba. Tak jarang juga saya menangis sendirian di tengah malam yang hampir pagi karena penelitian saya belum kelar, ditambah lagi printer yang kehabisan tinta, yang membuat tangan saya bercelemotan hitam karena tidak pandai mengisi tinta printer. Alhasil karena sering seperti itu, saya menjadi sangat ahli dalam memperlakukan printer supaya terawat, awet, dan tidak cepat rusak, termasuk dalam hal mengisi tinta!
Semuanya tidak terlepas pada secangkir kopi. Di kala terbangun di pagi hari dan saya sadari hanya menghabiskan dua jam untuk tidur, begitu pula jantung saya berdetak cepat, dan punggung yang sakit. Lama-kelamaan saya menjadi terbiasa seperti itu, bahkan pernah memecahkan rekor tidak tidur dalam hidup saya selama 36 jam! Hanya untuk mengolah data kuesioner menjadi sebuah bacaan ilmiah yang tidak menarik bagi remaja!
Seiring berjalannya waktu, kopi menjadi teman setia saya walau saya hanya menganggapnya biasa saja. Tanpa saya sadari ternyata kopi cukup mempunyai banyak arti dalam kehidupan saya melalui beragam peristiwa yang coba saya pikirkan. Kebetulan suatu hari saya menonton film dengan seksama dan sangat serius, yaitu Claudia/Jasmine. Ketika hampir 75 menit film itu berlalu, saya baru menyadari bahwa Claudia adalah Jasmine dan Jasmine adalah Claudia, yang benar-benar membuat saya merasa sangat bodoh karena tidak bisa menebak cerita itu, padahal saya sangat konsentrasi menontonnya karena filmnya romantis. Tapi memang benar-benar susah ditebak! Jasmine adalah nama panggilan dari Claudia Jasmine yang pada usia 17 tahun biasa dipanggil Claudia. Terang saja tak terbesit dalam pikiran saya untuk menganggap bahwa Jasmine itu adalah Claudia, sebab Claudia 17 tahun diperankan oleh Kirana Larasati, dan Jasmine 30 tahun diperankan oleh Kinaryosih, tanpa penjelasan flash back! Semuanya satu alur! Claudia dan Jasmine sama-sama suka kopi, tetapi masing-masing kopi yang berbeda. Claudia suka kopi susu, sedangkan Jasmine suka black coffee. Setelah saya berpikir ternyata itu adalah transformasi kesukaannya yang berganti selera, tentu sebabnya adalah kisah kehidupan Claudia Jasmine pada film ini. Di akhir cerita, Jasmine membuka usaha coffee shop yang bernama CJ, sesuai dengan cita-citanya sejak dulu. Entah apa arti dari CJ sebenarnya, Claudia Jasmine-kah? Atau Claudia Jerry-kah? (Jerry, pacarnya Jasmine). Yang jelas saya bisa menangkap bahwa Jasmine sudah tidak takut lagi untuk menjadi Claudia terbukti di akhir cerita ia sudah bersedia minum kopi selain dari black coffee. Kesimpulannya, CJ adalah Claudia Jerry.
Begitu pula saya berpikir dan menyadari bahwa ketika kau menyicipi sehirup kopi pada suatu momen, maka rasa kopi itulah yang mengendurkan sarafmu membuatmu berkonsentrasi pada momen itu. (catatan: menurut ilmiah, kopi dapat mengendurkan saraf). Begitu juga saya yang terbiasa oleh kopi krimer racikan sendiri kala itu. Dan secara tidak sengaja saya sudah full addicted pada kopi. Semua ini juga didukung dengan tuntutan profesi saya karena dikejar deadline. Hal itu membuat saya survey tentang rasa-rasa kopi dari berbagai merk yang membuat saya menyukai merk-merk tertentu dan berkesimpulan, iklan yang bagus belum tentu memiliki rasa yang enak, atau merk yang booming sekalipun ternyata masih ada merk kopi lain yang lebih enak. Hal ini juga yang membuat saya terpaku pada merk tertentu atau kopi tertentu pula.
Saya mulai mengamati untuk beberapa coffee mix. Cappuccino pada merk yang berbeda atau pada coffee shop yang berbeda ternyata memiliki rasa yang berbeda pula. Begitu juga untuk kopi-kopi lainnya. Bahkan ada sebuah coffee shop yang justru tidak memiliki rasa yang jauh beda dengan kopi-kopi berbeda yang tertera pada katalog. Entah itu pada kadar takaran atau apa, yang jelas setelah saya merasakan, mengapa moccachino-nya sama saja rasanya dengan cappuccino, hanya berbeda diberi foam atau tidak, bahkan tak berbeda pada café latte-nya. Ternyata kadar racikan bisa sangat memengaruhi rasa. Rasa yang kontras hanya bisa saya rasakan jelas pada kopi instan yang memberi tahu saya untuk membedakan rasa kopi yang beragam jenis. Dan dari itu pula saya mengetahui cara meracik café latte yang benar, bahwa kopi harus diseduh mendidih terlebih dahulu hingga larutannya menyatu halus, baru bisa dicampur dengan susu, dan hal ini menjadikan serbuk kopi tak tertinggal. Ternyata urutan meramu juga sangat memengaruhi rasa tentunya. Urutan meracik yang salah pun dapat menghancurkan selera karena bisa menghancurkan rasa. Menikmati kopi yang dihidangkan juga ada masanya, yaitu ketika kopi tidak terlalu panas dan belum mencapai pada suhu normal. Suhu normal adalah rasa kopi terburuk ketika kita menikmatinya.
Selain soal rasa, kopi tidak terlepas dari seni. Seni melukis pada kopi pun telah menjadi bahasa dalam menikmati kopi. Kopi telah menjadi isyarat, komunikasi non verbal baru. Ini seperti sebuah penemuan, bahwa kopi bisa menjadi media komunikasi.
Pilihan saya jatuh pada Chococinno, karena campuran coklat dengan kopi menurut saya adalah jodoh. Sebab coklat dapat mempertajam rasa dari sensasi pahit kopi itu sendiri tanpa menghilangkan rasa asli kopi. Mereka benar-benar seperti pasangan serasi. Untuk Brown Coffee saya jatuhkan pilihan pada merk kopi instan Kopiko, karena rasanya pas dan mantap. Begitu pula untuk permen kopi, Kopiko tetap menjadi rajanya dibanding merk permen kopi lain untuk arti dari sebuah kopi itu sendiri.
Di zaman yang modern ini, alasan kesehatan bukanlah penghalang lagi agar bisa menikmati kopi. White Koffie atau kopi luwak yang merupakan kopi hasil fermentasi pencernaan luwak bisa menjadi solusinya. Kopi ini tidak mengandung asam yang bisa mengakibatkan gangguan lambung. Bahkan rasanya sudah diracik sedemikian rupa sehingga menyerupai kopi krimer. Bisa disuguhkan hangat maupun dingin.
Pada suatu ketika saat saya ingin menyendiri dan menenangkan pikiran, coffee shop menjadi tujuan saya. Karena di sana saya bisa menikmati rasanya, menikmati suasananya, bahkan berjam-jam tanpa pelayan yang protes bila berlama-lama di sana. Ini adalah tempat pelarian favorit bagi saya. Coffee shop juga memiliki kenangan tersendiri buat saya, ketika saya bertemu sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Kami bercerita di sana sambil menikmati suguhan kopi sesuai selera. Nuansa klasik ini semakin terasa oleh karena disain tempatnya, ditambah lagi ketika kami menceritakan kisah di masing-masing tempat kami berkuliah dan tanpa sadar menitikkan air mata, tanpa sadar pula sudah 3 jam kami bercengkerama.
Saya yakin banyak orang di dunia ini yang punya filosofi kopi dalam hidupnya. Kopi pun bisa mengubah hidup kita, memengaruhi, memiliki arti, dan menjadi teman.
Ingat kopi, ingat sesuatu! Mencoba kopi, maka kamu akan merasakan sensasi. Merasakan sensasi, maka kamu akan memilih rasa mana yang cocok. Mengetahui rasa mana yang cocok, maka kamu akan menemukan filosofinya dalam hidupmu.... Bahwa mengapa kamu menyukainya atau bahkan mengapa kamu memilihnya.... Dan ada sesuatu di dalamnya yang sangat privasi yang akan kau temukan...., yang akan kau temukan sendiri di dalam jiwamu..., dan itu hanya terletak pada jiwamu....., tidak pada orang lain..., hanya kamu.....
So, What’s ur flava??!
* * *
tulisan yang menarik....
ReplyDeletepanjang tapi enak bacanya...
eh sedikit koreksi...
white coffee dan kopi luwak itu beda lho...
yang ada itu white coffee cap luwak...